Sayap-Sayap Patah Aktivis Dakwah
Sesaat, kadang dibuat mengelus dada sambil istighfar ketika berhadapan dengan sesama kader dakwah yang kurang kooperatif.
Kadang apa yang tersaji pada laku dan ucapannya tak selayak penampilannya. Kerap pula bila diberi amanat, namun selalu bertendensi mengeluarkan berbagai alasan dan mencoba menghindar.
Malah ada pula yang sulit diajak koordinasi. Jika diberi SMS enggan membalas, bila ditelepon malas menjawab. Alhasil, jangankan memberi kontribusi, datang bersilaturrahim pun tidak.
Entah siapa yang salah jika sudah begini. Mulai dari ukhuwah yang telah terbelah, hingga kurangnya kemampuan mencerna tarbiyah, menjadi indikasi sekaligus dalih atas eksistensi kader dakwah yang ‘bandel’ seperti ini.
Bagaimana ingin mengajak orang lain dalam kebaikan (baca: dakwah), apabila masih belum dapat mengkondisikan dirinya untuk menjadi baik? Lebih spesifik lagi adalah berusaha memposisikan dirinya sebagai qiyadah (pemimpin) atau jundiyah (bawahan atau yang dipimpin) yang baik, yang memiliki loyalitas tinggi dan integritas yang mantap.
Inilah elemen mendasar bagi para kader dakwah, ibarat sayap pada burung untuk melaju terbang. Hal penting dan sangat mendasar sekali, terkait lantaran aktivitas ini bukan main-main, yaitu dakwah. Bagaimana dakwah dapat tegak, jika komponen di dalamnya masih kurang solid untuk bergerak?
Imam Syahid Hasan al-Banna pernah berujar: “Dakwah ini bukan hanya sekadar membangun sebuah rumah kardus yang rapuh, bukan pula merupakan pekerjaan sambilan yang bisa di kala waktu senggang. Dakwah adalah proyek terbesar di dalam membangun sebuah peradaban. Akan tetapi, proyek ini tidak akan pernah bisa tegak tanpa adanya kekuatan gerakan dakwah yang berlandaskan pada kekuatan amal jama’i dan koordinasi yang solid”.
:: Artikel oleh: Ustadz Drs. DH Al Yusni | sekarang tinggal di Bekasi
Kadang apa yang tersaji pada laku dan ucapannya tak selayak penampilannya. Kerap pula bila diberi amanat, namun selalu bertendensi mengeluarkan berbagai alasan dan mencoba menghindar.
Malah ada pula yang sulit diajak koordinasi. Jika diberi SMS enggan membalas, bila ditelepon malas menjawab. Alhasil, jangankan memberi kontribusi, datang bersilaturrahim pun tidak.
Entah siapa yang salah jika sudah begini. Mulai dari ukhuwah yang telah terbelah, hingga kurangnya kemampuan mencerna tarbiyah, menjadi indikasi sekaligus dalih atas eksistensi kader dakwah yang ‘bandel’ seperti ini.
Bagaimana ingin mengajak orang lain dalam kebaikan (baca: dakwah), apabila masih belum dapat mengkondisikan dirinya untuk menjadi baik? Lebih spesifik lagi adalah berusaha memposisikan dirinya sebagai qiyadah (pemimpin) atau jundiyah (bawahan atau yang dipimpin) yang baik, yang memiliki loyalitas tinggi dan integritas yang mantap.
Inilah elemen mendasar bagi para kader dakwah, ibarat sayap pada burung untuk melaju terbang. Hal penting dan sangat mendasar sekali, terkait lantaran aktivitas ini bukan main-main, yaitu dakwah. Bagaimana dakwah dapat tegak, jika komponen di dalamnya masih kurang solid untuk bergerak?
Imam Syahid Hasan al-Banna pernah berujar: “Dakwah ini bukan hanya sekadar membangun sebuah rumah kardus yang rapuh, bukan pula merupakan pekerjaan sambilan yang bisa di kala waktu senggang. Dakwah adalah proyek terbesar di dalam membangun sebuah peradaban. Akan tetapi, proyek ini tidak akan pernah bisa tegak tanpa adanya kekuatan gerakan dakwah yang berlandaskan pada kekuatan amal jama’i dan koordinasi yang solid”.
:: Artikel oleh: Ustadz Drs. DH Al Yusni | sekarang tinggal di Bekasi
Post a Comment