Perubahan Besar Bernama Ijab Kabul
“Dan di antara tanda-tanda (Kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasang-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenferung dan merasa tenteram kepadanya; dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir”. (QS Ar Ruum: 21)
Ayat diatas, Allah SWT gambarkan dengan rangkaian ayat tentang tanda-tanda kebesaran-Nya di alam semesta ini, seperti keajaiban penciptaan manusia, tegaknya langit tanpa tiang penyangga, terhamparnya bumi yang sangat luas, gemuruh halilintar yang menggelegar, dan jatuhnya air hujan.
Penciptaan alam semesta beserta isinya, bumi dengan segala yang ada di atasnya, samudera yang luas, gunung yang menjulang tinggi, hutan rimba belantara. Diedarkannya matahari, bulan dan bintang serta turunnya hujan, tumbuhnya pepohonan, dan lainnya, itu semua Allah SWT ciptakan untuk kebahagiaan manusia.
Namun, Allah SWT juga memberikan yang lebih dari itu. Allah Maha Tahu segala yang diciptakannya. Allah SWT tahu, saat manusia dilanda duka, maka manusia memerlukan seseorang yang mampu meniupkan kebahagiaan, kedamaian, mengobati luka, menopang tubuhnya yang lemah, dan memperkuat hati tanpa kepura-puraan, prasangka dan pamrih disampingnya.
Lalu Allah SWT menciptakan seorang kekasih diantara manusia, juga ditetapkannya suatu ikatan suci, bernama akad nikah. Dengan dua kalimat yang sederhana, ijab dan kabul, maka terjadilah perubahan besar. Yang haram menjadi halal, yang maksiat menjadi ibadah, dan kebebasan menjadi bertanggung jawab. Maka nafsu pun berubah menjadi cinta dan kasih sayang diantara sesama.
Begitu besarnya perubahan tersebut hingga Al Qur’an menyebut akad nikah sebagai perjanjian yang berat. Karena itu, peristiwa akad nikah atau ijab kabul bukanlah peristiwa kecil di hadapan Allah SWT.
Peristiwa ijab kabul tidak saja disaksikan oleh kedua orang tua, saudara-saudara, dan para sahabat kita saja, tetapi juga disaksikan oleh para malaikat di langit yang tinggi, dan terutama sekali disaksikan oleh Allah SWT.
Jika perjanjian diatas disia-siakan, dan bila janji yang sudah terpatri diantara kedua pasangan lalu diputuskan, maka kita bukan saja harus bertanggung jawab kepada mereka yang hadir saat itu, tetapi juga harus bertanggung jawab di hadapan Allah SWT.
“Laki-laki adalah pemimpin di tengah keluarganya, dan ia harus mempertanggungjawabkan kepemimpinannya. Wanita adalah pemimpin di rumah suaminya, dan ia harus mempertanggungjawabkan kepemimpinannya”. (HR Bukhari Muslim) | Cecep Y Pramana @CepPangeran
Ayat diatas, Allah SWT gambarkan dengan rangkaian ayat tentang tanda-tanda kebesaran-Nya di alam semesta ini, seperti keajaiban penciptaan manusia, tegaknya langit tanpa tiang penyangga, terhamparnya bumi yang sangat luas, gemuruh halilintar yang menggelegar, dan jatuhnya air hujan.
Penciptaan alam semesta beserta isinya, bumi dengan segala yang ada di atasnya, samudera yang luas, gunung yang menjulang tinggi, hutan rimba belantara. Diedarkannya matahari, bulan dan bintang serta turunnya hujan, tumbuhnya pepohonan, dan lainnya, itu semua Allah SWT ciptakan untuk kebahagiaan manusia.
Namun, Allah SWT juga memberikan yang lebih dari itu. Allah Maha Tahu segala yang diciptakannya. Allah SWT tahu, saat manusia dilanda duka, maka manusia memerlukan seseorang yang mampu meniupkan kebahagiaan, kedamaian, mengobati luka, menopang tubuhnya yang lemah, dan memperkuat hati tanpa kepura-puraan, prasangka dan pamrih disampingnya.
Lalu Allah SWT menciptakan seorang kekasih diantara manusia, juga ditetapkannya suatu ikatan suci, bernama akad nikah. Dengan dua kalimat yang sederhana, ijab dan kabul, maka terjadilah perubahan besar. Yang haram menjadi halal, yang maksiat menjadi ibadah, dan kebebasan menjadi bertanggung jawab. Maka nafsu pun berubah menjadi cinta dan kasih sayang diantara sesama.
Begitu besarnya perubahan tersebut hingga Al Qur’an menyebut akad nikah sebagai perjanjian yang berat. Karena itu, peristiwa akad nikah atau ijab kabul bukanlah peristiwa kecil di hadapan Allah SWT.
Peristiwa ijab kabul tidak saja disaksikan oleh kedua orang tua, saudara-saudara, dan para sahabat kita saja, tetapi juga disaksikan oleh para malaikat di langit yang tinggi, dan terutama sekali disaksikan oleh Allah SWT.
Jika perjanjian diatas disia-siakan, dan bila janji yang sudah terpatri diantara kedua pasangan lalu diputuskan, maka kita bukan saja harus bertanggung jawab kepada mereka yang hadir saat itu, tetapi juga harus bertanggung jawab di hadapan Allah SWT.
“Laki-laki adalah pemimpin di tengah keluarganya, dan ia harus mempertanggungjawabkan kepemimpinannya. Wanita adalah pemimpin di rumah suaminya, dan ia harus mempertanggungjawabkan kepemimpinannya”. (HR Bukhari Muslim) | Cecep Y Pramana @CepPangeran
Post a Comment